Tidak bisa di pungkiri lagi manusia hidup di dunia ini dengan beragam
kemampuan dan kebiasaan yang berbeda-beda, saling ingin memiliki satu sama
lain, mereka saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, dari mulai
pemahaman, ilmu, pendidikan, bisnis, dan jual beli, Hanya untuk menyambung
hidup. Segala cara mereka lakukan apapun rintangannya untuk mencari harta
(uang) dan salah satunya dengan jual beli.
Kata jual beli mungkin sudah tidak asing lagi didengar namun perlu
diperhatikan bahwa dalam jual beli ternyata tidak semudah dengan apa yang kita
bayangkan, ada bermacam-macam jual beli,ada yang di bolehkan dan ada juga yang
dilarang.
Oleh karena itu maka kami akan mencoba sedikit membahas tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan jual beli. Riba berarti menetapkan
bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase
tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam.Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Riba bukan cuma persoalan masyarakat Islam, tapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan riba. Kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba. B. Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini diantaranya Ø Untuk mengetahui Pengertian Ødari Jual Beli dan Riba Agar mengetahui transaksi yang dibolehkan dan yang dilarang Islam C. Rumusan Masalah Permasalahan yang kami angkat diantaranya : 1. Pengertian Jual-Beli 2. Macam – macam jual beli 3. Hukum jual beli 4. Rukun jual beli 5. Khiyar dalam jual beli 6. Pengertian Riba 7. Hukum jual beli dan riba 8. Perbedaan jual beli dan riba
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jual Beli
Jual beli menurut bahasa berasal dari bahasa arab al-Bai’atau, al-Tijarah dan
al-Mubadalah, sebagimana Allah Swt.berfiran: وَأَحَلَّ
الله ُالْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّباَ
Artinya : “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”(Al-nisa’ :
29) Sedangkan menurut Istilah adalah Saling tukar harta, saling menerima, dapat
dikelola (tasharruf) dengan ijab dan qabul dengan cara yang sesuai dengan
syara. (Taqiyuddin, Kifayat al-Akhyar, hal. 329),sedangkan Menurut Imam Nawawi
dalam Al-Majmu’ : “Pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan”. (Muhammad
asy-Syarbini, Mugni al-Muhtaj, juz 2, hal. 2) Yang dimaksud dengan sesuai
dengan hukum-hukum syara ialah sesuai dengan syarat, rukun serta hal-hal
lainnya yang ada kaitannya dengan jual beli. Jual beli menurut Ulama Malikiyyah
ada dua macam, yaitu jual beli yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat
khusus. Jual beli dalam arti umum ialah suatu perikatan tukar-menukar sesuatu
yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan, perikatan adalah akad yang mengikat
kedua belah pihak. Sedangkan jual beli dalam arti khusus ialah ikatan
tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan bukan kelezatan yang mempunyai
daya tarik, penukarannya bukan mas dan perak, bendanya dapat di realisir dan
ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak berupa hutang baik itu ada dihadapan
si pembeli maupun tidak.[1] Dari beberapa definisi diatas dapat kami simpulkan
bahwa : Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan
cara yang tertentu (akad) B. Macam- Macam Jual Beli Ditinjau dari hukumnya jual
beli ada dua macam yaitu jual beli yang sah menurut hukum dan batal menurut
hukum. Jual beli yang sah ialah jual beli yang memenuhi syarat dan
rukun-rukunnya dan jual beli yang batal ialah sebaliknya. Sedangkan bila
ditinjau dari segi pelaku akad (subjek) jual beli terbagi tiga bagian yaitu
dengan lisan, pelantara atau utusan, dan perbuatan. Akad jual beli yang
dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan oleh kebanyakan orang, bagi orang
bisu diganti dengan isyarat. Akad jual beli melalui utusan atau perantara
seperti melalui POS dan Giro, jual beli ini dilakukan antara penjual dan
pembeli tidak berhadapan dalam satu majlis,akan tetapi melalui pos dan giro.
Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah
Mua’thah ialah mengambil dan memberikan barang tanpa ijab dan qabul, seperti
seorang mengambil makanan yang sudah bertuliskan label harganya.[2] Kesimpulan
yang bisa kami tarik yaitu : “ Jual beli ada dua macam yaitu Jual beli yang sah
ialah jual beli yang memenuhi syarat dan rukun-rukunnya dan jual beli yang
batal ialah yang tidak memenuhi syarat dan rukun-rukunnya. C. Hukum Jual Beli
Dalam Surat Al Baqarah ayat 275 Allah Swt Berfirman: وأحل
الله البيع وحرم الربا Artinya: “Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba….” Juga di terangkan dalam Surat An Nisa’ ayat 29 : يا أيها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن
تكون تجارة عن تراض منكم
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kalian”. (Q.S. An Nisaa’ 4 : 29) Dalam kedua
ayat ini jelas bahwa Allah telah menghalalkan jual beli yang didasari suka sama
suka antara keduanya dan Allah mengharamkan riba. Selain itu Rasulullah Saw
juga bersabda: سئل النبي صلى الله عليه وسلم أي الكسب
أطيب؟ فقال : عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور. (روه البزازوالحاكم) Artinya: “Rasulullah Saw ditanya oleh
salah seorang sahabat mengenai pekerjaan apa yang paling baik. Rasulullah
ketika itu menjawab: usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang
dibrkati”. (H.R. Al Bazar dan al Hakim). Artinya jual beli yang jujur, tampa
diiringi kecurangan-kecurangan mendapat berkat dari Allah. [3] Adapun dasar
hukum jual-beli adalah : a. Mubah, (boleh), merupakan asal hukum jual beli b.
Wajib, Umpama wali menjual harta anak yatim apabila terpaksa c. Haram,
sebagaimana yang telah diterangkan pada rupa-rupa jual beli yang dilarang. d.
Sunah, misalnya jual beli kepada sahabat atau famili yang dikasihi dan kepada
orang yang sangat membutuhkan barang itu. Landasan hukum jual beli di benarkan
Al-quran, as sunnah dan Ijma’ D. Rukun jual beli Sebuah transaksi jual beli
membutuhkan adanya rukun sebagai penegaknya. Dan rukunnya ada tiga perkara,
yaitu: [1] Adanya pelaku yaitu penjual dan pembeli yang memenuhi syarat, [2]
Adanya akad/ transaksi [3] Adanya barang/ jasa yang diperjual-belikan. 1.
Adanya Penjual dan Pembeli Penjual dan pembeli yang memenuhi syarat adalah
mereka yang telah memenuhi ahliyah untuk boleh melakukan transaksi muamalah.
Dan ahliyah itu berupa keadan pelaku yang harus berakal dan baligh. Maka jual
beli tidak memenuhi rukunnya bila dilakukan oleh penjual atau pembeli yang gila
atau tidak waras. Demikian juga bila salah satu dari mereka termasuk orang yang
kurang akalnya.Demikian juga jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang
belum baligh hukumnya tidak sah, kecuali bila yang diperjual-belikan hanyalah
benda-benda yang nilainya sangat kecil. Namun bila seizin atau sepengetahuan
orang tuanya atau orang dewasa, jual beli yang dilakukan oleh anak kecil
hukumnya sah.Sebagaimana dibolehkan jual beli dengan bantuan anak kecil sebagai
utusan, tapi bukan sebagai penentu jual beli. Misalnya, seorang ayah meminta
anaknya untuk membelikan suatu benda di sebuah toko, jual beli itu sah karena
pada dasarnya yang menjadi pembeli adalah ayahnya. Sedangkan posisi anak saat
itu hanyalah utusan atau suruhan saja. 2. Adanya Akad Penjual dan pembeli melakukan
akad kesepakatan untuk bertukar dalam jual beli. Akad itu seperti: Aku jual
barang ini kepada anda dengan harga Rp 10.000 lalu pembeli menjawab, “Aku
terima.” Sebagian ulama mengatakan bahwa akad itu harus dengan lafadz yang
diucapkan. Kecuali bila barang yang diperjual-belikan termasuk barang yang
rendah nilainya. Namun ulama lain membolehkan akad jual beli dengan sistem
mu’athaah, yaitu kesepakatan antara penjual dan pembeli untuk bertransaksi
tanpa mengucapkan lafadz. 3. Adanya Barang / Jasa Yang Diperjual-belikan Rukun
yang ketiga adalah adanya barang atau jasa yang diperjual-belikan. Para ulama
menetapkan bahwa barang yang diperjual belikan itu harus memenuhi syarat
tertentu agar boleh dilakukan akad. Agar jual beli menjadi sah secara syariah,
maka barang yang diperjual-belikan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu: a)
Barang Yang Diperjualbelikan Harus Suci Benda-benda najis bukan hanya tidak
boleh diperjual-belikan, tetapi juga tidak sah untuk diperjual-belikan. Seperti
bangkai, darah, daging babi, khamar, nanah, kotoran manusia, kotoran hewan dan
lainnya. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW: إن الله
تعالى حرم بيع الخمر والميتة والخنزير والأصنام ) رواه الشيخان ( Sesungguhnya allah swt mengharamkan jual beli
arak,bangkai,khinjir dan berhala ( HR.Bukhari Muslim ) b) Barang Yang Diperjual
belikan Harus Punya Manfaat Yang dimaksud dengan barang harus punya manfaat
adalah bahwa barang itu tidak bersungsi sebaliknya. Barang itu tidak memberikan
madharat atau sesuatu yang membahayakan atau merugikan manusia. Oleh karena itu
para ulama As-Syafi’i menolak jual beli hewan yang membahayakan dan tidak
memberi manfaat, seperti kalajengking, ular atau semut. Demikian juga dengan
singa, srigala, macan, burung gagak.dan lainnya,Mereka juga mengharamkan
benda-benda yang disebut dengan alatul-lahwi yang memalingkan orang dari
dzikrullah, seperti alat musik., maka jual beli alat musik itu batil. Karena
alat musik itu termasuk kategori benda yang tidak bermanfaat dalam pandangan
mereka.Dan tidak ada yang memanfatkan alat musik kecuali ahli maksiat. Seperti
tambur, seruling, rebab dan lainnya. (Lihat Kifayatul Akhyar jilid 1 halaman
242). c) Barang Yang Diperjualbelikan Harus Dimiliki Oleh Penjualnya Tidak sah
berjual-beli dengan selain pemilik langsung suatu benda, kecuali orang tersebut
menjadi wali (wilayah) atau wakil. Yang dimaksud menjadi wali (wilayah)
adalahbila benda itu dimiliki oleh seorang anak kecil, baik yatim atau bukan,
maka walinya berhak untuk melakukan transaksi atas benda milik anak itu.
Sedangkan yang dimaksud dengan wakil adalah seseorang yang mendapat mandat dari
pemilik barang untuk menjualkannya kepada pihak lain. Dalam prakteknya, makelar
bisa termasuk kelompok ini. Demikian juga pemilik toko yang menjual barang
secara konsinyasi, di mana barang yang ada di tokonya bukan miliknya, maka
posisinya adalah sebagai wakil dari pemilik barang. d) Barang Yang Diperjual
belikan Harus Bisa Diserahkan Maka menjual unta yang hilang termasuk akad yang
tidak sah, karena tidak jelas apakah unta masih bisa ditemukan atau tidak.
Demikian juga tidak sah menjual burung-burung yang terbang di alam bebas yang
tidak bisa diserahkan, baik secara fisik maupun secara hukum. Demikian juga
ikan-ikan yang berenang bebas di laut, tidak sah diperjual-belikan, kecuali
setelah ditangkap atau bisa dipastikan penyerahannya. Para ahli fiqih di masa
lalu mengatakan bahwa tidak sah menjual setengah bagian dari pedang, karena
tidak bisa diserahkan kecuali dengan jalan merusak pedang itu. e) Barang Yang
Diperjual belikan Harus Diketahui Keadaannya Barang yang tidak diketahui
keadaanya, tidak sah untuk diperjual-belikan, kecuali setelah kedua belah pihak
mengetahuinya. Baik dari segi kuantitasnya maupun dari segi kualitasnya.Dari
segi kualitasnya, barang itu harus dilihat oleh penjual dan pembeli sebelum
akad jual beli dilakukan. Agar tidak membeli kucing dalam karung. Dari segi
kuantitas, barang itu harus bisa dtetapkan ukurannya. Baik beratnya, atau
panjangnya, atau volumenya atau pun ukuran-ukuran lainnya yang dikenal di
masanya.Dalam jual beli rumah, disyaratkan agar pembeli melihat dulu kondisi
rumah itu baik dari dalam maupun dari luar. Demikian pula dengan kendaraan
bermotor, disyaratkan untuk dilakukan peninjauan, baik berupa pengujian atau
jaminan kesamaan dengan spesifikasi yang diberikan. Adapun transaksi dengan
penjual yang bukan wali atau wakil, maka transaksi itu batil, karena pada
hakikatnya dia bukan pemilik barang yang berhak untuk menjual barang itu. E.
Khiyar dalam Jual Beli Ketika melakukan sebuah akad atau perjanjian terkadang
perjanjian itu diselimuti beberapa cacat yang bisa menghilangkan kerelaan
sebagian pihak, atau menjadikan perjanjian itu tidak memiliki sandaran ilmu
yang benar. Maka pada saat itu pihak yang dirugikan berhak membatalkan
perjanjian. Pengertian Khiyar (Hak Pilih) Secara etimologi, khiyar artinya :
memilih, menyisihkan dan menyaring. Secara umum artinya adalah menentukan yang
terbaik dari dua hal (atau lebih) untuk dijadikan orientasi.Secara terminologis
dalam ilmu fiqih artinya : hak yang dimiliki orang yang melakukan perjanjian
usaha untuk memilih antara dua hal yang disukainya, meneruskan perjanjian
tersebut atau membatalkannya. Tujuan Khiyar Tujuan khiyar adalah agar jual beli
tersebut tidak merugikan salah satu pihak. Macam-Macam Khiyar Dalam akad jual
beli, dalam Islam dibolehkan untuk memilih, apakah akan meneruskan jual beli
atau akan membatalkannya. Karena terjadinya sesuatu hal Økhiyar dibagi menjadi 3 macam : Khiyar Majlis Adalah penjual dan pembeli boleh
memilih akan melanjutkan jual beli atau membatalkannya. Selama keduanya masih
ada dalam satu tempat (majlis). Khiyar majlis boleh dilakukan dalam berbagai
jual beli. Rasulullah Saw bersabda, “Penjual dan pembeli boleh khiyar selama
belum berpisah”. (HR. Bukhari dan Muslim) Bila keduanya telah berpisah dari
tempat akad tersebut maka Økhiyar majlis tidak berlaku lagi
atau batal. Khiyar Syarat Yaitu
penjualan yang di dalamnya disyaratkan sesuatu baik oleh penjual ataupun oleh
pembeli, seperti seseorang berkata, “Saya jual rumah ini dengan harga 50 dinar
dengan syarat khiyar selama 3 hari” atau “Saya beli komputer ini dengan syarat
bisa menjalankan program akunting”.Jadi, ketika sudah terima uang dan barang
tapi kemudian syaratnya tidak terpenuhi maka dibolehkan melakukan pembatalan
(khiyar syarat). Rasulullah Saw bersabda, “Kamu boleh khiyar pada setiap benda
yang dibeli selama 3 hari 3 malam”. (HR Ibnu Majah 2/2355, Al-Hakam 2/22,
Baihaqi dalam As-Sunan 5/273 & ØDaruquthni 3/56/No. 222) Khiyar ‘Aib Yaitu dalam jual beli ini
disyaratkan kesempurnaan benda-benda yang dibeli, seperti seseorang berkata,
“Saya beli hp itu seharga 20 dirham, bila hp itu batere-nya nge-drop akan saya
kembalikan”.Jadi, kalau setelah serah terima uang dan barang tapi ternyata
memiliki aib yang diketahui oleh pembeli maka boleh dilakukan pembatalan
(khiyar ‘aib). Diriwayatkan dari Aisyah ra bahwa seseorang membeli budak,
kemudian budak tersebut disuruh berdiri di dekatnya, didapatinya pada diri
budak itu kecacatan, lalu diadukannya kepada Rasul, maka budak itu dikembalikan
kepada penjual. (HR Ahmad & Abu Dawud) F. Riba dan macam – macam nya
Menurut para ulama fiqih, riba dapat dibagi menjadi 4 (empat) macam,
masing-masing: 1. Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya
dengan tidak sama timbangannya atau takarannya yang disyaratkan oleh orang yang
menukarkan. Contoh : tukar menukar dengan emas, perak dengan perak, beras
dengan beras,gandumdansebagainya. 2. Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu
dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang yang meminjami/mempiutangi.
Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan
dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar Rp.
30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh. 3. Riba Yad yaitu berpisah
dari tempat sebelum timbang diterima. Maksudnya : orang yang membeli suatu
barang, kemudian sebelumnya ia menerima barang tersebut dari sipenjual, pembeli
menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh, sebab
jual-beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama. 4. Riba Nasi’ah yaitu tukar
menukar dua barang yang sejenis maupn tidak sejenis yang pembayarannya
disyaraktkan lebih, dengan diakhiri/dilambatkan oleh,yang,meminjam. Contoh :
Aminah membeli cincin seberat 10 Gram. Oleh penjualnya disyaratkan membayarnya
tahun depan dengan cincin emas seberat 12 gram, dan apalagi terlambat satu
tahun lagi, maka tambah 2 gram lagi menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan
melambatkan pembayaran satu tahun. G. Perbedaan Jual Beli dan Riba Sebelum
membahas tentang perbedaan jual beli dan riba, maka kita harus mengerti
terlebih dahulu pengertian riba.Riba menurut pengertian bahasa berarti
Az-ziadah (tambahan) yakni tambahan atas modal, baik penambahan sedikit ataupun
banyak, وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ
لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
Artinya : Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba)maka bagimu modalmu
karena tidak berbuat dhalim (QS :2 ayat 279) Riba diharamkan oleh seluruh agama
samawi dianggap membahayakan oleh agama yahudi, nasrani dan Islam,Secara
sederhana riba adalah tambahan uang atau barang untuk suatu transaksi yang
disyaratkan sejak awal. Dari pengertian ini maka bisa disimpulkan bahwa riba
sama dengan bunga. Islam tidak membedakan kedua jenis istilah ini, tetapi
menurut ilmu ekonomi barat kedua istilah ini berbeda. Menurut mereka riba
adalah tambahan uang yang berlipat ganda sedang bunga adalah tambahan uang yang
lebih sedikit dari riba. Untuk riba yang berlipat ganda hampir semua peradaban
menentangnya, tapi tidak dengan bunga,Selain itu pada Jual Beli penjual
memiliki resiko kerugian jika barang yang ia bayarkan tidak laku. Tidak dengan
bunga dimana rugi atau untung jumlah uang yang dibayarkan akan tetap sama Pada
saat riba dan bunga diperlakukan sebenarnya akan terjadi penggalian jurang yang
lebih lebar antara golongan miskin dengan kaya. Bayangkan saat seorang kaya
yang mendepositokan uangnya ke bank lalu bank akan meminjamkan uangnya pada
seorang miskin yang sedang membangun sebuah perusahaan. Si kaya hanya santai
santai di rumah sedang si miskin harus bekerja keras. Apapun yang terjadi pada
usaha si miskin untung atau rugi ia harus tetap membayarkan bunga pada bank
yang akan di berikan pada si kaya. Hal ini tentunya keterlaluan padahal apa
yang dimasukkan si kaya ke bank adalah merupakan kekayaan yang lebih dari
kebutuhan pokoknya. Untuk kebutuhan produktif saja yang masih mungkin
memberikan keuntungan,bunga sudah keliahatan salahnya, apalagi untuk kebutuhan
konsumtif. Contoh yang jelas bantuan dari negara negara kaya ke negara negara
miskin seperti Indonesia. Bagaimana bisa negara yang untuk kebutuhan sehari
harinya saja minjam, bisa membayar utang yang sangat besar. Hasilnya bisa
dilihat negara miskin makin miskin negara kaya makin kaya. Hikmah pengharaman
Riba 1. Ia dapat menimbulkan permusuhan antara pribadi dan mengikis habis
semangat kerja sama / saling menolong sesama manusia. 2. Menimbulkan mental
kelas pemboros yang tidak bekerja, juga dapat menimbulkan harta tanpa kerja
keras sehingga tak ubahnya dengan pohon benalu (parasis).
Alhamdulillah...dapat ilmu baru dari ustadz...heheheh...oiya...Join balik ya...kulo sampun join teng blog njenengan....
BalasHapusoiya...hadir disini dengan blog baru saya...hehehe
BalasHapusterima kasih mas atas kunjungan nya....mohon koreksinya.....
BalasHapusterima kasih atas pencerahannya, bermanfaaat sekali,,,
BalasHapussukses selalu..
informasi yang bermanfaat terima kasih,,,
BalasHapusterima kasih...
BalasHapus