A. Latar Belakang Masalah
Di tengah merosotnya moral bangsa
dikarenakan budaya indonesia yang semakin menipis akibat dari masuknya budaya luar
yang semakin mudah,menuntut dunia pendidikan untuk lebih memaksimalkan serta
meningkatkan kinerjanya,terlebih dalam pembinaan akhlaq yang merupakan karakter
bangsa kita yang selama ini di banggakan,dalam menyikapi perkembangan itu
sebagian orang lebih memilih madrasah diniyah sebagai
tempat pendidikan putra-putri mereka,namun yang kemudian menjadi pertimbangan,madrasah diniyah yang ada selama ini selalu berada di belakang lembaga pendidikan yang lain,sehingga terkadang timbul keraguan apakah madrasah diniyah mampu mengemban amanat yang sangat di harapkan oleh calon orang tua siswa.
memang kalau kita lihat
jumlah lembaga madrasah ini juga tidak kalah dengan pendidikan yang lain,namun
mdrasah yang memiliki kualitas di atas lembaga pendidikan yang lain sangatlah
jarang.tempat pendidikan putra-putri mereka,namun yang kemudian menjadi pertimbangan,madrasah diniyah yang ada selama ini selalu berada di belakang lembaga pendidikan yang lain,sehingga terkadang timbul keraguan apakah madrasah diniyah mampu mengemban amanat yang sangat di harapkan oleh calon orang tua siswa.
Dari uraian
di atas timbullah sebuah pertanyaan besar yang seharusnya bisa di jawab guna tindak
lanjut atas kekhawatiran sebagian masyarakat yang meragukan kualitas pendidikan
madrasah.
B.
Rumusan Masalah
Suatu
lembaga pendidikan bisa menghasilkan output yang baik dengan proses yang baik
pula,untuk itu pengelolaan yang professional sangan di butuhkan agar
menghasilkan lulusan yang di idamkan,kemudian timbullah pertanyaan : bagaimana
mengelola sebuah pendidikan Madrasah yang profesional ? dan kiat – kiat apakah
agar sebuah pendidikan madrasah bisa menghasilkan lulusan yang professional
pula ?,untuk menjawab hal itu,berikut sedikit kami paparkan langkah-langkah
pengelolaan madrsah yang professional,guna menghasilkan lulusan yang
professional pula.
A.
Pemikiran Dasar
a.
Berdasarkan aspirasi bangsa Indonesia yang telah disahkan oleh
MPR dengan Ketetapan No. II/MPR/1988 tentang GBHN, Bidang Agama dan Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial Budaya. Sektor pendidikan yang menyatakan
bahwa pendidikan nasional adalah berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan
terampil, serta sehat jasmani dan rohani.
Pendidikan nasional harus mampu menumbuhkan dan memperdalam
rasa cinta tanah air, mempertebal semangat kebangsaan, dan rasa kesetiakawanan
soaial. Sehingga perlu dikembangkan iklim belajar dan mengajar yang dapat
menumbuhkan rasa percaya pada diri sendiri serta sikap dan perilaku yang
inovatif dan kreatif. Pendidikan nasional akan mampu mewujudkan
manusia-manuusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Dalam proses pembangunan yang lestari dan berkesinambungan,
faktor manusia yang berkualitas tinggi itulah yang mampu menjadi pelaksana
pembangunan yang bertanggung jawab. Karena pembangunan adalah untuk manusia,
bukan manusia untuk pembangunan.
b. Dilihat dari segi
ajaran Islam, kedudukan manusia di atas bumi ini dipandang sebagai khalifah
Allah yang harus memiliki kualifikasi mental-spiritual, intelektual, dan fisik
yang tinggi. Sehingga mampu mengelola, memanfaatkan dan melestarikan kekayaan alam yang
terpendam di dalam, di atas, dan di bawah buminya sendiri. Islam mengajarkan
pemeluknya agar mampu memelihara, mengelola, dan membangun planet bumi ini bagi
kesejahteraan hidupnya di dunia sebagai bekal bagi hidup di akhiratnya.
Moto kita adalah firman Allah yang menegaskan :
يرفع الله الذين أمنوا منكم والذين اوتواالعلم
درجات ..... (المجادلة : اا)
Allah akan mengangkat derajat lebih tinggi di antara kamu
sekalian yang beriman dan berilmu pengetahuan. (Al-Mujadalah : 11)
Dan juga firman Allah :
وابتغ فيماأتك الله الدارالأخرة ولاتنس
نصيبك من الدنيا (القصص : ٧٧)
Dan berusahalah mencari sesuatu yang Allah telah berikan
kepadamu mengenai kebahagiaan hidup di akhirat, dan janganlah melupakan nasib
hidupmu di dunia ini.
(Al-Qashas : 77)[1][1]
B. Profesionalisme
Dalam Pengelolaan Madrasah
Istilah profesionalisme berasal dari profession. Profession
mengandung arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang
memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus.
Dengan kata lain, profesi dapat diartikan sebagai suatu bidang keahlian yang
khusus untuk menangani lapangan kerja tertentu yang
membutuhkannya.Profesionalisme berarti suatu pandangan bahwa suatu keahlian
tertentu diperoleh dalam pekerjaan tertentu yang mana keahlian itu hanya
diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus.Terdapat persyaratan
yang harus dipenuhi dalam tugas profesional sebagaimana dikemukakan oleh Houton
sebagai berikut:
1. Profesi harus
dapat memenuhi kebutuhan sosial berdasarkan atas prinsip-prinsip ilmiah yang
dapat diterima oleh masyarakat dan prinsip-prinsip itu telah benar-benar well-established.
2. Harus diperoleh melalui latihan kultural dan profesional
yang cukup memadai.
3. Menguasai
perangkat ilmu pengetahuan yang sistematis dan kekhususan (spesialisasi).
4. Harus dapat
membuktikan skill
yang diperlukan masyarakat dimana kebanyakan orang memiliki skill tersebut,
yaitu skill sebagian merupakan pembawaan dan sebagian merupakan hasil belajar.
5. Memenuhi
syarat-syarat penilaian terhadap penampilan dalam pelaksanaan tugas dilihat
dari segi waktu dan cara kerja.
6. Harus dapat mengembangkan teknik-teknik ilmiah dari hasil
pengalaman yang teruji.
7. Merupakan tipe
pekerjaan yang memberikan keuntungan yang hasil-hasilnya tidak dibakukan
berdasarkan penampilan dan elemen waktu.
8. Merupakan
kesadaran kelompok yang dipolakan untuk memperluas pengetahuan yang ilmiah
menurut bahasa teknisnya.
9. Harus mempunyai
kemampuan sendiri untuk tetap berada dalam profesinya selama hidupnya, dan
tidak menjadikan profesinya sebagai batu loncatan ke profesi lainnya.
10. Harus menunjukkan
kepada masyarakat bahwa anggota-anggota profesionalnya menjujung tinggi dan
menerima kode etik profesionalnya.[2][2]
Jadi
profesionalisme dalam pendidikan tidak lain adalah seperangkat fungsi dan tugas
lapangan pendidikan berdasarkan fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan.
Mereka itu adalah :
(1)
Para guru yang profesional
Pegawai atau personalia, terutama guru merupakan ujung
tombak dalam proses pendidikan islam. Proses pendidikan islam tidak akan
berhasil dengan baik tanpa peran guru. Secara institusional, kemajuan suatu
lembaga pendidikan lebih ditentukan oleh pimpinan lembaga tersebut daripada
oleh pihak lain. Guru yang profesional memiliki kompetensi keguruan berkat
pendidikan atau latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu.
Disamping tugas guru merekapun mampu bertugas dalam manajemen kelas dalam
rangka proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.
Manajemen
tenaga kependidikan (guru dan personel) mencakup tujuh komponen, yaitu :
a) Perencanaan
pegawai
Manajer
lembaga pendidikan islam harus membuat perencanaan pegawai untuk memenuhi
kebutuhan lembaga ke depan dan mengontrol atau menghindari kesalahan penerimaan
pegawai.
b) Pengadaan pegawai
Setelah mengadakan perencanaan tentang pegawai, kegiatan
berikutnya adalah rekrutmen pegawai yang memiliki beberapa tujuan. Gorton
sebagaimana dikutip Ibrahim Bafadal mengatakan, “Tujuan rekrutmen pegawai
adalah menyediakan calon pegawai yang betul-betul baik dan paling memenuhi
kualifikasi untuk sebuah posisi.
c) Pembinaan dan
pengembangan pegawai
Pegawai yang telah dimiliki lembaga pendidikan islam, baik
yang berstatus pegawai negeri maupun swasta, harus diberi wahana untuk proses
pembinaan dan pengembangan. Pembinaan lebih berorientasi pada pencapaian
standar minimal, yaitu diarahkan untuk dapat melakukan pekerjaan/tugasnya
sebaik mungkin dan menghindari pelanggaran.
d) Promosi dan mutasi
Promosi (kenaikan pangkat) merupakan perubahan kedudukan
yang bersifat vertikal, sehingga berimplikasi pada wewenang, tanggung jawab,
dan penghasilan. Sementara mutasi adalah pemindahan pegawai dari suatu jabatan
ke jabatan lainnya.
e) Pemberhentian
pegawai
Ada batasan tertentu bagi pegawai sehingga suatu ketika
harus diberhentikan. Bagi pegawai negeri sipil, pemberhentian itu bisa terjadi
karena ppermintaan sendiri, sudah mencapai batas usia pensiun, ada
penyederhanaan organisasi, melakukan pelanggaran / tidak pidana penyelewengan,
tidak cakap jasmani / rohani, meninggalkan tugas, meninggal dunia, dan
lain-lain.
f)
Kompensasi
Kompensasi merupakan imbalan yang dapat berwujud uang dan
diberikan secara berkesinambungan. Misalnya, gaji, tunjangan, fasilitas
perumahan, intensif, kendaraan, dan lain-lain.
g) Penilaian pegawai
Penilaian terhadap pegawai merupakan hal yang sangat
penting, baik bagi lembaga pendidikan islam maupun bagi pegawai itu sendiri.[3][3]
(2) Kepala sekolah /
madrasah yang dibantu dengan staf yang harus profesional juga di bidang
administrasi atau manajemen sekolah (school management). Sebagaimana
kepala sekolah, selain profesional memiliki kompetensi keguruan, ia pun harus
juga memiliki leadership (kepemimpinan) yang sesuai dengan tuntutan
sekolah dan masyarakat sekitar.
(3) Komite
Sekolah.
Azas legalitas komite sekolah memang telah termuat
dalam UU NO 20 Tahyn 2003 tentang system pendidikan nasional, khususnya dalam pasal
56 (3) sebagai berikut :
“komite
sekolah / madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan
tenaga, sarana prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan.”
Fungsi komite sekolah merupakan penjabaran dari peran
komite sekolah sebagai berikut :
1. Memberikan
masukan dan pertimbangan, dan rekomendasikan kepada satuan pendidikan.
2. Mendorong
orang tua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan.
3. Menggalang
dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan.
4. Mendorong
tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu.
5. Melakukan
evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program penyelenggaraan, keluaran
pendidikan.
6. Melakukan
kerjasama dengan masyarakat.[4][4]
(4) Manajemen Kesiswaan Pendidikan Islam
Manajemen kesiswaan adalah pengelolaan kegiatan yang
berkaitan dengam peserta didik mulai dari awal masuk (bahkan, sebelum masuk)
hingga akhir (tamat) dari lembaga pendidikan. Semua tahapan itu membutuhkan
pengelolaan secara maksimal agar mendapatkan hasil yang maksimal pula.
1. Tahapan Penerimaan
Siswa Baru
a) Promosi atau
publikasi yang dilakukan sepanjang tahun, terutama pada meomen-momen penting.
b) Mengalokasikan
dana yang memadai untuk publikasi tersebut
c) Memiliki media
promosi pribadi, seperti radio, untuk lebih memaksimalkan publikasi.
d) Membentuk grup
khusus sesuai dengan kecenderungan masyarakat sekitar. Misalnya, jika
masyarakat sekitar mereka gemar sepakbola, sekolah / madrasah sebaiknya
membentuk klub sepakbola yang cukup kuat.
e) Melakukan
pembinaan terhadap sekolah / madrasah di level yang lebih rendah yang kelak
diharapkan menjadi basis calon siswa.
f)
Menjalin hubungan baik dengan pemimpin-pemimpin lembaga
pendidikan di level yang lebih rendah.
g) Menjalin hubungan
baik dengan tokoh-tokoh kunci (key people).
h) Memberi beasiswa
bagi siswa yang berprestasi dan lemah secara ekonomi.
i)
Bagi lembaga pendidikan yang cukup maju, seharusnya mau
mencari beberapa siswa yang sangat pandai dengan memberikan pembebasan semua
iuran belajar, bahkan mereka diberikan berbagai fasilitas tambahan, seperti
buku, seragam, dan pelajaran tambahan privat.
j)
Sebaiknya lembaga islam menerima siswa/mahasiswanya/santri
dari semua lapisan intelektual, sosial, dan budaya meskipun masing-masing
lapisan itu tetap perlu pembatasan.[5][5]
2. Proses Pembelajaran
Ada beberapa langkah lanjutan yang perlu ditempuh ketika
siswa/mahasiswa/santri telah resmi diterima di lembaga pendidikan islam, yaitu
: (1) pengelolaan siswa/mahasiswa/santri secara homogen atau heterogen, (2)
penentuan program belajar, (3) penentuan strategi pembelajaran, (4) pembinaan
disiplin dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, (5) pembinaan
kegiatan ekstrakulikuler, dan (6) penentuan kenaikan kelas dan/atau nilai
prestasi belajar.
Sehubungan dengan langkah itu, ada empat prinsip dasar dalam
manajemen kesiswaan, yaitu sebagai berikut.
a. Siswa harus
diperlukan sebagai subyek dan bukan sebagai objek
b. Kenyataan bahwa
kondisi siswa sangat beragam baik dari segi fisik, intelektual, sosial,
ekonomi, minat, dan sebagainya.
c. Siswa hanya akan
termotivasi belajar jika mereka menyukai apa yang diajarkan.
d. Pengembangan
potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif
dan psikomotorik, bahkan metakognitif.[6][6]
3. Pesiapan Studi
Lanjut atau Bekerja
Pada
tahap ini masih banyak lembaga pendidikan yangg tidak memerhatikan nasib
siswa/mahasiswa. Berdasarkan penelusuran bakat dan minat, seharusnya pihak
lembaga pendidikan melalui guru Bimbingan dan Penyeluhan (BP) mengambil
langkah-langkah strategis untuk mengelola mereka.[7][7]
(5) Manajemen
Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan Islam memiliki ciri-ciri tertentu.
Al-Syaibani mencatat ciri-ciri tersebut sebagai berikut.
a. Menonjolkan tujuan
agama dan akhlak pada berbagai tujuan, kandungan, metode, alat, dan tekniknya.
b. Memiliki perhatian
yang luas dan kandungan yang menyeluruh.
c. Memiliki
keseimbangan antara kandungan kurikulum dari segi ilmu seni, kemestian,
pengalaman, dan kegiatan pengajaran yang beragam.
d. Berkecenderungan pada seni halus, aktivitas pendidikan
jasmani, latihan militer, pengetahuan teknik, latihan kejuruan, dan bahasa
asing untuk perorangan maupun bagi mereka yang memiliki kesediaaan, bakat, dan
keinginan.
e. Keterkaitan
kurikulum dengan kesediaan, minat, kemampuan, kebutuhan, dan perbedaan
perorangan di antara mereka.
Selanjutnya Al-Syaibani juga
mengemukakan prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar kurikulum pendidikan
Islam, yaitu sebagai berikut.
1. Pertautan yang
sempurna dengan agama, termasuk ajaran-ajaran dan nilai-nilainya.
2. Prinsip menyeluruh
(universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
3. Keseimbangan yang
relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
4. Ada pertautan antara
bakat, minat, kemampuan, dan kebutuhan pelajar.
5. Pemeliharaan
perbedaan individual di antara pelajara dalam bakat, minat, kemampuan,
kebutuhan, masalahnya serta memelihara perbedaan di antara alam sekitar dan
masyarakat.
6. Prinsip
perkembangan dan perubahan.
7. Prinsip pertautan
antarmata pelajaran, pengalaman, dan
akttivitas yang terkandung dalam kurikulum.[8][8]
(6) Sarana Prasarana
Pendidikan Islam
Saran dan prasarana pendidikan dalam lembaga pendidikan
islam sebaiknya dikelola dengan sebaik mungkin sesuai ketentuan-ketentuan
berikut ini.
Ø
Lengkap, siap dipakai setiap saat kuat, dan awet.
Ø
Rapi, indah, bersih, anggun, dan asri sehingga menyejukkan
pandangan dan perasaan siapa pun yang memasuki kompleks lembaga pendidikan
islam.
Ø
Kreatif, inovatif, responsif, dan variatif sehingga dapat
merangsang tibulnya imajinasi peserta didik.
Ø
Memiliki jangkauan waktu penggunaan yang panjang melalui
perencanaan yang matang untuk menghindari kecenderungan bongkar-pasang
bangunan.
Ø
Memiliki tempat khusus untuk beribadah maupun pelaksanaan
kegiatan sosio-religius seperti mushola atau masjid.[9][9]
Program perawatan ini dapat ditempuh melalui langkah-langkah
berikut ini :
1. Membentuk tim
pelaksana perawatan preventif di sekolah.
2. Membuat daftar
sarana dan prasarana, termasuk seluruh perawatan yang ada di sekolah.
3. Menyiapkan jadwal
tahunan kegiatan perawatan untuk setiap perawatan dan fasilitas sekolah.
4. Menyiapkan lembar
evaluasi untuk menilai hasil kerja perawatan pada masing-masing bagian di
sekolah.
5. Memberi
penghargaan bagi mereka yang berhasil meningkatkan kinerja peralatan sekolah
dalam rangka meningkatkan kesadaran dalam merawat sarana dan prasarana sekolah.[10][10]
C. Kondisi Madrasah sebagai Lembaga Pendidikan Formal
Lembaga pendidikan dalam bentuk madrasah sudah ada
sejak agama islam berkembang di Indonesia .
Madrasah itu tumbuh dan berkembang dari bawah dalam arti masyarakat yang
didasari oleh rasa tanggung jawab untuk menyampaikan agama islam kepada
generasi penerus. Oleh karena itu madrasah pada waktu itu lebih ditekankan pada
pendalaman ilmu-ilmu islam.
Lembaga pendidikan islam dalam bentuk madrasah
jumlahnya cukup banyak tetapi yang terbesar adalah berstatus swasta yakni lebih
kurang 96,4%, sedangkan yang bestatus negeri hanya kurang lebih 3,6%. Selama
ini disadari atau tidak, telah tumbuh perlakuan tidak adil dalam melakukan
penilaian terhadap lembaga pendidikan madrasah. Madrasah yang berstatus swasta
selalu dibandingkan dengan sekolah umu dalam pencapaian prestasinya.
Ujung-ujungnya dikataka bahwa madrasah mengalami ketertinggalan. Membandingkan
dua hal yang tidak sebanding adalah merupakan langkah yang kurang adil. Sekolah
umum yang pada umumnya berstatus negeri dan dengan statusnya itu semua
pembiayaan, ketenagaan, semua kebutuhan fasilitas tercukupi oleh pemerintah
dibandingkan dengan prestasi madrasah yang pada umumnya berstatus swasta dan
tidak memperoleh fasilitas sebagaimana yang diterima oleh sekolah umum pada
umunya. Selain hal itu, madrasah dan sekolah umum memiliki karakteristik dan
orientasi yang membawa konsekuensi beban berbeda.
Madrasah
untuk membangun ciri khasnya, mereka menambah beban dengan cara memberi
penguatan pada aspek keagamaan (islam) yang sesungguhnya merupakan kekuatan
tersendiri akan tetapi, akan tetapi tidak pernah memperoleh penghargaan lebih
tatkala membandingkan diantara keduanya. Perbandingan antara madrasah dan sekolah umum selama
ini hanya sebatas hasil akhii ujian nasional atau UAN yang menghasilkan
kesimpulan bahwa prestasi UAN pada masing-masing jenjang madrasah lebih rendah
dari sekolah umun. Sedangkan prestai membangun akhlak atau budi pekerti dari
kedua jenis lembaga tersebut tidak pernah dilihat sehingga seolah-olah aspek
itu dianggap kurang penting. Padahal yang sesungguhnya tatkala bangsa tidak
memiliki karakter, akhlak atau kepribadian maka segala-galanya akan tidak
bermakna.[11][11]
D. Posisi dan Setrategi Pengelolaan Madrasah
Di Indonesia madrasah sebagai lembaga pendidikan islam
dalam proses perkembangannya telah mengalami strategi pengelolaan dengan
tujuannya yang berubah disesuaikan dengan tuntutan zaman. Pada zaman sebelum
kemerdekaan madrasah dikelola untuk tujuan idealisme ukhrawi semata yang
mengabaikan tujuan hidup duniawi, sehingga posisinya jauh berbeda dengan
sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial belanda yang mengarahkan
program-programnya kepada intelektualisasi anak didiknya guna memenuhi tuntutan
hidup sekuler.
Produk atau output system sekolah itu semakin
memperlebar jurang pemisah dari output atau produk pendidikan madrasah.
Akibatnya timbulah perbedaan kualitas hidup di kalangan warga Negara Indonesia .
Sikap dan cara berpikir dan orientasinya mengalami perbedaan yang mencolok, di
satu pihak sekolah umum bercorak sekuler dan intelektualistik dalam sikap dan
pola pikirnya di lain pihak madraasah berorientasi pada kehidupan ukhrawi yang
mengabaikan kepentingan hidup duniawi dimana factor intelektualitas dalam
berilmu dan bermasyarakat amat berperan.[12][12]
Strategi pengelolaan madrasah demikian itu mendorong
kearah posisi yang kurang menguntungkan. Oleh karena itu seiring dengan tuntutan
kemajuan masyarakat setelah proklamasi madrasah yang eksistensinya tetap
dipertahankan dalam masyarakat diusahakan agar strategi pengelolaannya semakin
mendekati system pengelolaan sekolah umum, bahkan secara pragmatis semakin
terintegrasi dengan program di sekolah umum. Sebaliknya sekolah umum harus
semakin dekat kepada pendidikan agama.
Memang baik jika para pengelola teknis dan
administrasi madrasah kita disadari dengan niat ibadah dan keikhlasan, namun
sikap demikian jagan menghilangkan mutu profesionalisme yang semakin menuntut
kompetensi. Dengan semakin maju pesatnya IPTEK saat ini masyarakat kita semakin
terpengaruh IPTEK yang pada prinsipnya memberikan kenikmatan hidup dalam segala
bidang termasuk kehidupan beragama.[13][13]
E. Pengelolaan Berdasarkan Profesionalisme dan
Kompetensi.
Profesionalisme pada hakikatnya adalah orientasi kerja
yang bertumpu pada kompetensi. Dalam kongres se- dunia ke-27 tanggal 26 sampai
dengan 2 agustus 1978 yang lalu, masalah profesi guru diseluruh Negara non
komunis menjadi topik utama yang dibahas secara luas dan mendalam demi
kelangsungan profesi guru untuk menyongsong hari esok. [14][14]
Mengingat tanggung jawab guru yang begitu kompleks
maka profesi guru ini memerlukan persyaratan khusus antara lain:
1. Menuntut
adanya ketrampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang
mendalam.
2. Menekankan
pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3. Menuntut
adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4. Adanya
kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakan.
5. Memungkinkan
perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.[15][15]
Dalam pengembangannya profesionalisme kependidikan
diperlukan kompetensi keguruan. Kompetensi guru merupakan kemampuan seorang
guru dalam melaksanakn kewajiban-kewajibannya serta bertanggung jawab dan
layak.
Kompetensi
tersebut adalah :
1. Kepribadian
guru yang unik dalam mempengaruhi murid yang dikembangkan terus menerus
sehingga ia benar-benar terampil dalam tugasnya.
2. Penguasaan
ilmu pengetahuan yang mengarah kepada spesialisasi ilmu yang diajarkan kepada
murid.
3. Keterampilan
dalam mengajarkan bahan pelajaran, terutama menyangkut perencanaan program
satuan pelajaran dan menyusun keeluruhan kegiatan untuk satuan pelajaran
menurut waktu (catur wulan, semester, tahun pelajaran )
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Marilah kita pahami makna
profesionalisme dalam pelaksanaan tugas pengelolaan pendidikan, dan
administratif di madrasah-madrasah kita, yang tidak terbatas pada
madrasah-madrasah negeri saja, melainkan juga madrasah swasta yang justru
berjumlah lebih dari 23.000 buah dalam semua jenjang. Kita
upayakan agar segala tugas pekerjaan yang berkaitan dengan pengelolaan madrasah
kita semakin efektif berkat penanganan yang professional itu.
Dimasa depan
abad 21, sekolah-sekolah kita semakin memerlukan profesionalisme karena semakin
banyak permasalahan psikologis dan pedagogis yang harus diselesaikan dalam
rangka memperlancar proses belajar mengajar yang konsisten menuju tujuannya.
Ide-ide baru dari luar yang bermafaat harus kita terima sebagai bahan
menetapkan strategi pembinaan dan pengembangan madrasa-madrasah kita masa
depan. Bilamana masyarakat kita sedang bergerak kearah modernisasi berkat
dampak IPTEK, maka sekolah atau madrasah kita pun harus dapat mengakomodasikan
aspirasi kemajuan tersebuut dalam bentuk ( formulasi ) yang seirama dengan
tuntutan kemajuan masyarakat tersebut, bila tidak demikian , maka tunggulah
kematiannya. Profesionalisme yang berdasarkan keterbukaan dan kebijakan
terhadap ide-ide pembaharuan itulah yang akan mampu melestarikan eksistensi
madrasah atau sekolah kita.
Walau begitu
tetep jangan meninggalkan nilai-nilai lama yang menjadi pembeda antara pendidikan
madrasah dan yang lain nya,yaitu nilai-nilai agama islam yang luhur hingga bisa
menghasilkan insan yang berakhlakul karimah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah
aly, Djamaludin. 1999. Kapita Selekta
Pendidikan Islam. Bandung
: Pustaka Setia.
Arifin,
Muzayyin. 2009. Kapita Selekta Pendidikan.
Jakarta : Bumi
Aksara.
Qomar,
Mujamil. Manajemen Pendidikan Islam (
Setrategi Baru Pengelolaan Lmebaga Pendidikan Islam ). Erlangga.
Suprayogo,
Imam. 2007. Quo Vadis Madrasah. Yogyakarta : Hikayat.
Uzer, Usman,
Moh. 2001. Menjadi Guru Profesional.
Bndung : Remaja Rosdakarya.
Yudistira,
dkk. 2008. Komite Sekolah. Yogyakarta : Hikayat.
[1][1] Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta : 2009,
hlm. 156-157
[2][2] Ibid hlm. 158
[3][3] Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan Islam (Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan
Islam), Erlangga, hlm. 129-141
[4][4] Yudistira dkk, Komite Sekolah,
(Yogyakarta : Kikayat, 2008)hlm, 76-83
[5][5] Ibid hlm.142-143
[6][6] Ibid hlm.145-146
[7][7] Ibid hlm.148
[8][8] Ibid hlm.151-152
[9][9] Ibid hlm. 171
[10][10] Ibid hlm. 175
[11][11] Imam Suprayogo, Quo Vadis Madrasah,
( Yogyakarta : Hikayat, 2007 ) hlm 47-48
[12][12] Djamaludin, Abdullah aly, Kapita
Selekta Pendidikan Islam, ( Bandung : Pustaka Setia, 1999 )h, 34
[13][13] M. Arifin,.....Opcit, hal 108-110
[14][14] Ibid, hlm 112-113
[15][15] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru
Profesional, ( Bandung
: Remaja Rosdakarya, 2001 ) hlm 15
semoga admin blog ini dan para guru, ustadz, serta masyayikhnya betul-betul dijadikan oleh Allah pengikut salaf sejati, yaitu Rasulullah dan para sahabatnya yang diridhoi Allah.
BalasHapus