Kamis, 18 Oktober 2012

Pengelolaan madrasah secara professional

A.     Latar Belakang Masalah
Di tengah merosotnya moral bangsa dikarenakan budaya indonesia yang semakin menipis akibat dari masuknya budaya luar yang semakin mudah,menuntut dunia pendidikan untuk lebih memaksimalkan serta meningkatkan kinerjanya,terlebih dalam pembinaan akhlaq yang merupakan karakter bangsa kita yang selama ini di banggakan,dalam menyikapi perkembangan itu sebagian orang lebih memilih madrasah diniyah sebagai
tempat pendidikan putra-putri mereka,namun yang kemudian menjadi pertimbangan,madrasah diniyah yang ada selama ini selalu berada di belakang lembaga pendidikan yang lain,sehingga terkadang timbul keraguan apakah madrasah diniyah mampu mengemban amanat yang sangat di harapkan oleh calon orang tua siswa.
memang kalau kita lihat jumlah lembaga madrasah ini juga tidak kalah dengan pendidikan yang lain,namun mdrasah yang memiliki kualitas di atas lembaga pendidikan yang lain sangatlah jarang.
Dari uraian di atas timbullah sebuah pertanyaan besar yang seharusnya bisa di jawab guna tindak lanjut atas kekhawatiran sebagian masyarakat yang meragukan kualitas pendidikan madrasah.
B.     Rumusan Masalah
Suatu lembaga pendidikan bisa  menghasilkan output yang baik dengan proses yang baik pula,untuk itu pengelolaan yang professional sangan di butuhkan agar menghasilkan lulusan yang di idamkan,kemudian timbullah pertanyaan : bagaimana mengelola sebuah pendidikan Madrasah yang profesional ? dan kiat – kiat apakah agar sebuah pendidikan madrasah bisa menghasilkan lulusan yang professional pula ?,untuk menjawab hal itu,berikut sedikit kami paparkan langkah-langkah pengelolaan madrsah yang professional,guna menghasilkan lulusan yang professional pula.

 A.         Pemikiran Dasar
a.       Berdasarkan aspirasi bangsa Indonesia yang telah disahkan oleh MPR dengan Ketetapan No. II/MPR/1988 tentang GBHN, Bidang Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial Budaya. Sektor pendidikan yang menyatakan bahwa pendidikan nasional adalah berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil, serta sehat jasmani dan rohani.
Pendidikan nasional harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta tanah air, mempertebal semangat kebangsaan, dan rasa kesetiakawanan soaial. Sehingga perlu dikembangkan iklim belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya pada diri sendiri serta sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif. Pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manuusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Dalam proses pembangunan yang lestari dan berkesinambungan, faktor manusia yang berkualitas tinggi itulah yang mampu menjadi pelaksana pembangunan yang bertanggung jawab. Karena pembangunan adalah untuk manusia, bukan  manusia untuk pembangunan.
b.      Dilihat dari segi ajaran Islam, kedudukan manusia di atas bumi ini dipandang sebagai khalifah Allah yang harus memiliki kualifikasi mental-spiritual, intelektual, dan fisik yang tinggi. Sehingga mampu mengelola, memanfaatkan dan melestarikan kekayaan alam yang terpendam di dalam, di atas, dan di bawah buminya sendiri. Islam mengajarkan pemeluknya agar mampu memelihara, mengelola, dan membangun planet bumi ini bagi kesejahteraan hidupnya di dunia sebagai bekal bagi hidup di akhiratnya.
Moto kita adalah firman Allah yang menegaskan :
يرفع الله الذين أمنوا منكم والذين اوتواالعلم درجات ..... (المجادلة : اا)
Allah akan mengangkat derajat lebih tinggi di antara kamu sekalian yang beriman dan berilmu pengetahuan. (Al-Mujadalah : 11)
Dan juga firman Allah :
وابتغ فيماأتك الله الدارالأخرة ولاتنس نصيبك من الدنيا (القصص : ٧٧)
Dan berusahalah mencari sesuatu yang Allah telah berikan kepadamu mengenai kebahagiaan hidup di akhirat, dan janganlah melupakan nasib hidupmu di dunia ini. (Al-Qashas : 77)[1][1]

B.      Profesionalisme Dalam Pengelolaan Madrasah
Istilah profesionalisme berasal dari profession. Profession mengandung arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus. Dengan kata lain, profesi dapat diartikan sebagai suatu bidang keahlian yang khusus untuk menangani lapangan kerja tertentu yang membutuhkannya.Profesionalisme berarti suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperoleh dalam pekerjaan tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus.Terdapat persyaratan yang harus dipenuhi dalam tugas profesional sebagaimana dikemukakan oleh Houton sebagai berikut:
1.      Profesi harus dapat memenuhi kebutuhan sosial berdasarkan atas prinsip-prinsip ilmiah yang dapat diterima oleh masyarakat dan prinsip-prinsip itu telah benar-benar well-established.
2.       Harus diperoleh melalui latihan kultural dan profesional yang cukup memadai.
3.      Menguasai perangkat ilmu pengetahuan yang sistematis dan kekhususan (spesialisasi).
4.      Harus dapat membuktikan skill yang diperlukan masyarakat dimana kebanyakan orang memiliki skill tersebut, yaitu skill sebagian merupakan pembawaan dan sebagian merupakan hasil belajar.
5.      Memenuhi syarat-syarat penilaian terhadap penampilan dalam pelaksanaan tugas dilihat dari segi waktu dan cara kerja.
6.       Harus dapat mengembangkan teknik-teknik ilmiah dari hasil pengalaman yang teruji.
7.      Merupakan tipe pekerjaan yang memberikan keuntungan yang hasil-hasilnya tidak dibakukan berdasarkan penampilan dan elemen waktu.
8.      Merupakan kesadaran kelompok yang dipolakan untuk memperluas pengetahuan yang ilmiah menurut bahasa teknisnya.
9.      Harus mempunyai kemampuan sendiri untuk tetap berada dalam profesinya selama hidupnya, dan tidak menjadikan profesinya sebagai batu loncatan ke profesi lainnya.
10.  Harus menunjukkan kepada masyarakat bahwa anggota-anggota profesionalnya menjujung tinggi dan menerima kode etik profesionalnya.[2][2]
Jadi profesionalisme dalam pendidikan tidak lain adalah seperangkat fungsi dan tugas lapangan pendidikan berdasarkan fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan. Mereka itu adalah :
(1)    Para guru yang profesional
Pegawai atau personalia, terutama guru merupakan ujung tombak dalam proses pendidikan islam. Proses pendidikan islam tidak akan berhasil dengan baik tanpa peran guru. Secara institusional, kemajuan suatu lembaga pendidikan lebih ditentukan oleh pimpinan lembaga tersebut daripada oleh pihak lain. Guru yang profesional memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu. Disamping tugas guru merekapun mampu bertugas dalam manajemen kelas dalam rangka proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.
Manajemen tenaga kependidikan (guru dan personel) mencakup tujuh komponen, yaitu :
a)      Perencanaan pegawai
Manajer lembaga pendidikan islam harus membuat perencanaan pegawai untuk memenuhi kebutuhan lembaga ke depan dan mengontrol atau menghindari kesalahan penerimaan pegawai.
b)      Pengadaan pegawai
Setelah mengadakan perencanaan tentang pegawai, kegiatan berikutnya adalah rekrutmen pegawai yang memiliki beberapa tujuan. Gorton sebagaimana dikutip Ibrahim Bafadal mengatakan, “Tujuan rekrutmen pegawai adalah menyediakan calon pegawai yang betul-betul baik dan paling memenuhi kualifikasi untuk sebuah posisi.
c)      Pembinaan dan pengembangan pegawai
Pegawai yang telah dimiliki lembaga pendidikan islam, baik yang berstatus pegawai negeri maupun swasta, harus diberi wahana untuk proses pembinaan dan pengembangan. Pembinaan lebih berorientasi pada pencapaian standar minimal, yaitu diarahkan untuk dapat melakukan pekerjaan/tugasnya sebaik mungkin dan menghindari pelanggaran.
d)      Promosi dan mutasi
Promosi (kenaikan pangkat) merupakan perubahan kedudukan yang bersifat vertikal, sehingga berimplikasi pada wewenang, tanggung jawab, dan penghasilan. Sementara mutasi adalah pemindahan pegawai dari suatu jabatan ke jabatan lainnya.
e)      Pemberhentian pegawai
Ada batasan tertentu bagi pegawai sehingga suatu ketika harus diberhentikan. Bagi pegawai negeri sipil, pemberhentian itu bisa terjadi karena ppermintaan sendiri, sudah mencapai batas usia pensiun, ada penyederhanaan organisasi, melakukan pelanggaran / tidak pidana penyelewengan, tidak cakap jasmani / rohani, meninggalkan tugas, meninggal dunia, dan lain-lain.
f)        Kompensasi
Kompensasi merupakan imbalan yang dapat berwujud uang dan diberikan secara berkesinambungan. Misalnya, gaji, tunjangan, fasilitas perumahan, intensif, kendaraan, dan lain-lain.
g)      Penilaian pegawai
Penilaian terhadap pegawai merupakan hal yang sangat penting, baik bagi lembaga pendidikan islam maupun bagi pegawai itu sendiri.[3][3]
(2)    Kepala sekolah / madrasah yang dibantu dengan staf yang harus profesional juga di bidang administrasi atau manajemen sekolah (school management). Sebagaimana kepala sekolah, selain profesional memiliki kompetensi keguruan, ia pun harus juga memiliki leadership (kepemimpinan) yang sesuai dengan tuntutan sekolah dan masyarakat sekitar.
(3)    Komite Sekolah.
Azas legalitas komite sekolah memang telah termuat dalam UU NO 20 Tahyn 2003 tentang system pendidikan nasional, khususnya dalam pasal 56 (3) sebagai berikut :
            “komite sekolah / madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.”
Fungsi komite sekolah merupakan penjabaran dari peran komite sekolah sebagai berikut :
1.      Memberikan masukan dan pertimbangan, dan rekomendasikan kepada satuan pendidikan.
2.      Mendorong orang tua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan.
3.      Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan.
4.      Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
5.      Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program penyelenggaraan, keluaran pendidikan.
6.      Melakukan kerjasama dengan masyarakat.[4][4]
(4)     Manajemen Kesiswaan Pendidikan Islam
Manajemen kesiswaan adalah pengelolaan kegiatan yang berkaitan dengam peserta didik mulai dari awal masuk (bahkan, sebelum masuk) hingga akhir (tamat) dari lembaga pendidikan. Semua tahapan itu membutuhkan pengelolaan secara maksimal agar mendapatkan hasil yang maksimal pula.
1.      Tahapan Penerimaan Siswa Baru
a)      Promosi atau publikasi yang dilakukan sepanjang tahun, terutama pada meomen-momen penting.
b)      Mengalokasikan dana yang memadai untuk publikasi tersebut
c)      Memiliki media promosi pribadi, seperti radio, untuk lebih memaksimalkan publikasi.
d)      Membentuk grup khusus sesuai dengan kecenderungan masyarakat sekitar. Misalnya, jika masyarakat sekitar mereka gemar sepakbola, sekolah / madrasah sebaiknya membentuk klub sepakbola yang cukup kuat.
e)      Melakukan pembinaan terhadap sekolah / madrasah di level yang lebih rendah yang kelak diharapkan menjadi basis calon siswa.
f)        Menjalin hubungan baik dengan pemimpin-pemimpin lembaga pendidikan di level yang lebih rendah.
g)      Menjalin hubungan baik dengan tokoh-tokoh kunci (key people).
h)      Memberi beasiswa bagi siswa yang berprestasi dan lemah secara ekonomi.
i)        Bagi lembaga pendidikan yang cukup maju, seharusnya mau mencari beberapa siswa yang sangat pandai dengan memberikan pembebasan semua iuran belajar, bahkan mereka diberikan berbagai fasilitas tambahan, seperti buku, seragam, dan pelajaran tambahan privat.
j)        Sebaiknya lembaga islam menerima siswa/mahasiswanya/santri dari semua lapisan intelektual, sosial, dan budaya meskipun masing-masing lapisan itu tetap perlu pembatasan.[5][5]
2.       Proses Pembelajaran
Ada beberapa langkah lanjutan yang perlu ditempuh ketika siswa/mahasiswa/santri telah resmi diterima di lembaga pendidikan islam, yaitu : (1) pengelolaan siswa/mahasiswa/santri secara homogen atau heterogen, (2) penentuan program belajar, (3) penentuan strategi pembelajaran, (4) pembinaan disiplin dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, (5) pembinaan kegiatan ekstrakulikuler, dan (6) penentuan kenaikan kelas dan/atau nilai prestasi belajar.
Sehubungan dengan langkah itu, ada empat prinsip dasar dalam manajemen kesiswaan, yaitu sebagai berikut.
a.       Siswa harus diperlukan sebagai subyek dan bukan sebagai objek
b.      Kenyataan bahwa kondisi siswa sangat beragam baik dari segi fisik, intelektual, sosial, ekonomi, minat, dan sebagainya.
c.       Siswa hanya akan termotivasi belajar jika mereka menyukai apa yang diajarkan.
d.      Pengembangan potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif dan psikomotorik, bahkan metakognitif.[6][6]
3.      Pesiapan Studi Lanjut atau Bekerja
Pada tahap ini masih banyak lembaga pendidikan yangg tidak memerhatikan nasib siswa/mahasiswa. Berdasarkan penelusuran bakat dan minat, seharusnya pihak lembaga pendidikan melalui guru Bimbingan dan Penyeluhan (BP) mengambil langkah-langkah strategis untuk mengelola mereka.[7][7]
(5)    Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan Islam memiliki ciri-ciri tertentu. Al-Syaibani mencatat ciri-ciri tersebut sebagai berikut.
a.       Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan, kandungan, metode, alat, dan tekniknya.
b.      Memiliki perhatian yang luas dan kandungan yang menyeluruh.
c.       Memiliki keseimbangan antara kandungan kurikulum dari segi ilmu seni, kemestian, pengalaman, dan kegiatan pengajaran yang beragam.
d.       Berkecenderungan pada seni halus, aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer, pengetahuan teknik, latihan kejuruan, dan bahasa asing untuk perorangan maupun bagi mereka yang memiliki kesediaaan, bakat, dan keinginan.
e.       Keterkaitan kurikulum dengan kesediaan, minat, kemampuan, kebutuhan, dan perbedaan perorangan di antara mereka.
Selanjutnya Al-Syaibani juga mengemukakan prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar kurikulum pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut.
1.      Pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran-ajaran dan nilai-nilainya.
2.      Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
3.      Keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
4.      Ada pertautan antara bakat, minat, kemampuan, dan kebutuhan pelajar.
5.      Pemeliharaan perbedaan individual di antara pelajara dalam bakat, minat, kemampuan, kebutuhan, masalahnya serta memelihara perbedaan di antara alam sekitar dan masyarakat.
6.      Prinsip perkembangan dan perubahan.
7.      Prinsip pertautan antarmata pelajaran, pengalaman, dan  akttivitas yang terkandung dalam kurikulum.[8][8]
(6)    Sarana Prasarana Pendidikan Islam
Saran dan prasarana pendidikan dalam lembaga pendidikan islam sebaiknya dikelola dengan sebaik mungkin sesuai ketentuan-ketentuan berikut ini.
Ø      Lengkap, siap dipakai setiap saat kuat, dan awet.
Ø      Rapi, indah, bersih, anggun, dan asri sehingga menyejukkan pandangan dan perasaan siapa pun yang memasuki kompleks lembaga pendidikan islam.
Ø      Kreatif, inovatif, responsif, dan variatif sehingga dapat merangsang tibulnya imajinasi peserta didik.
Ø      Memiliki jangkauan waktu penggunaan yang panjang melalui perencanaan yang matang untuk menghindari kecenderungan bongkar-pasang bangunan.
Ø      Memiliki tempat khusus untuk beribadah maupun pelaksanaan kegiatan sosio-religius seperti mushola atau masjid.[9][9]
Program perawatan ini dapat ditempuh melalui langkah-langkah berikut ini :
1.      Membentuk tim pelaksana perawatan preventif di sekolah.
2.      Membuat daftar sarana dan prasarana, termasuk seluruh perawatan yang ada di sekolah.
3.      Menyiapkan jadwal tahunan kegiatan perawatan untuk setiap perawatan dan fasilitas sekolah.
4.      Menyiapkan lembar evaluasi untuk menilai hasil kerja perawatan pada masing-masing bagian di sekolah.
5.      Memberi penghargaan bagi mereka yang berhasil meningkatkan kinerja peralatan sekolah dalam rangka meningkatkan kesadaran dalam merawat sarana dan prasarana sekolah.[10][10]
C.     Kondisi Madrasah sebagai Lembaga Pendidikan Formal
Lembaga pendidikan dalam bentuk madrasah sudah ada sejak agama islam berkembang di Indonesia. Madrasah itu tumbuh dan berkembang dari bawah dalam arti masyarakat yang didasari oleh rasa tanggung jawab untuk menyampaikan agama islam kepada generasi penerus. Oleh karena itu madrasah pada waktu itu lebih ditekankan pada pendalaman ilmu-ilmu islam.
Lembaga pendidikan islam dalam bentuk madrasah jumlahnya cukup banyak tetapi yang terbesar adalah berstatus swasta yakni lebih kurang 96,4%, sedangkan yang bestatus negeri hanya kurang lebih 3,6%. Selama ini disadari atau tidak, telah tumbuh perlakuan tidak adil dalam melakukan penilaian terhadap lembaga pendidikan madrasah. Madrasah yang berstatus swasta selalu dibandingkan dengan sekolah umu dalam pencapaian prestasinya. Ujung-ujungnya dikataka bahwa madrasah mengalami ketertinggalan. Membandingkan dua hal yang tidak sebanding adalah merupakan langkah yang kurang adil. Sekolah umum yang pada umumnya berstatus negeri dan dengan statusnya itu semua pembiayaan, ketenagaan, semua kebutuhan fasilitas tercukupi oleh pemerintah dibandingkan dengan prestasi madrasah yang pada umumnya berstatus swasta dan tidak memperoleh fasilitas sebagaimana yang diterima oleh sekolah umum pada umunya. Selain hal itu, madrasah dan sekolah umum memiliki karakteristik dan orientasi yang membawa konsekuensi beban berbeda.
Madrasah untuk membangun ciri khasnya, mereka menambah beban dengan cara memberi penguatan pada aspek keagamaan (islam) yang sesungguhnya merupakan kekuatan tersendiri akan tetapi, akan tetapi tidak pernah memperoleh penghargaan lebih tatkala membandingkan diantara keduanya. Perbandingan antara madrasah dan sekolah umum selama ini hanya sebatas hasil akhii ujian nasional atau UAN yang menghasilkan kesimpulan bahwa prestasi UAN pada masing-masing jenjang madrasah lebih rendah dari sekolah umun. Sedangkan prestai membangun akhlak atau budi pekerti dari kedua jenis lembaga tersebut tidak pernah dilihat sehingga seolah-olah aspek itu dianggap kurang penting. Padahal yang sesungguhnya tatkala bangsa tidak memiliki karakter, akhlak atau kepribadian maka segala-galanya akan tidak bermakna.[11][11]
D.     Posisi dan Setrategi Pengelolaan Madrasah
Di Indonesia madrasah sebagai lembaga pendidikan islam dalam proses perkembangannya telah mengalami strategi pengelolaan dengan tujuannya yang berubah disesuaikan dengan tuntutan zaman. Pada zaman sebelum kemerdekaan madrasah dikelola untuk tujuan idealisme ukhrawi semata yang mengabaikan tujuan hidup duniawi, sehingga posisinya jauh berbeda dengan sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial belanda yang mengarahkan program-programnya kepada intelektualisasi anak didiknya guna memenuhi tuntutan hidup sekuler.
Produk atau output system sekolah itu semakin memperlebar jurang pemisah dari output atau produk pendidikan madrasah. Akibatnya timbulah perbedaan kualitas hidup di kalangan warga Negara Indonesia. Sikap dan cara berpikir dan orientasinya mengalami perbedaan yang mencolok, di satu pihak sekolah umum bercorak sekuler dan intelektualistik dalam sikap dan pola pikirnya di lain pihak madraasah berorientasi pada kehidupan ukhrawi yang mengabaikan kepentingan hidup duniawi dimana factor intelektualitas dalam berilmu dan bermasyarakat amat berperan.[12][12]
Strategi pengelolaan madrasah demikian itu mendorong kearah posisi yang kurang menguntungkan. Oleh karena itu seiring dengan tuntutan kemajuan masyarakat setelah proklamasi madrasah yang eksistensinya tetap dipertahankan dalam masyarakat diusahakan agar strategi pengelolaannya semakin mendekati system pengelolaan sekolah umum, bahkan secara pragmatis semakin terintegrasi dengan program di sekolah umum. Sebaliknya sekolah umum harus semakin dekat kepada pendidikan agama.
Memang baik jika para pengelola teknis dan administrasi madrasah kita disadari dengan niat ibadah dan keikhlasan, namun sikap demikian jagan menghilangkan mutu profesionalisme yang semakin menuntut kompetensi. Dengan semakin maju pesatnya IPTEK saat ini masyarakat kita semakin terpengaruh IPTEK yang pada prinsipnya memberikan kenikmatan hidup dalam segala bidang termasuk kehidupan beragama.[13][13]
E.      Pengelolaan Berdasarkan Profesionalisme dan Kompetensi.
Profesionalisme pada hakikatnya adalah orientasi kerja yang bertumpu pada kompetensi. Dalam kongres se- dunia ke-27 tanggal 26 sampai dengan 2 agustus 1978 yang lalu, masalah profesi guru diseluruh Negara non komunis menjadi topik utama yang dibahas secara luas dan mendalam demi kelangsungan profesi guru untuk menyongsong hari esok. [14][14]
Mengingat tanggung jawab guru yang begitu kompleks maka profesi guru ini memerlukan persyaratan khusus antara lain:
1.      Menuntut adanya ketrampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2.      Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3.      Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4.      Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakan.
5.      Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.[15][15]
Dalam pengembangannya profesionalisme kependidikan diperlukan kompetensi keguruan. Kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakn kewajiban-kewajibannya serta bertanggung jawab dan layak.
Kompetensi tersebut adalah :
1.      Kepribadian guru yang unik dalam mempengaruhi murid yang dikembangkan terus menerus sehingga ia benar-benar terampil dalam tugasnya.
2.      Penguasaan ilmu pengetahuan yang mengarah kepada spesialisasi ilmu yang diajarkan kepada murid.
3.      Keterampilan dalam mengajarkan bahan pelajaran, terutama menyangkut perencanaan program satuan pelajaran dan menyusun keeluruhan kegiatan untuk satuan pelajaran menurut waktu (catur wulan, semester, tahun pelajaran )











BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Marilah kita pahami makna profesionalisme dalam pelaksanaan tugas pengelolaan pendidikan, dan administratif di madrasah-madrasah kita, yang tidak terbatas pada madrasah-madrasah negeri saja, melainkan juga madrasah swasta yang justru berjumlah lebih dari 23.000 buah dalam semua jenjang. Kita upayakan agar segala tugas pekerjaan yang berkaitan dengan pengelolaan madrasah kita semakin efektif berkat penanganan yang professional itu.
Dimasa depan abad 21, sekolah-sekolah kita semakin memerlukan profesionalisme karena semakin banyak permasalahan psikologis dan pedagogis yang harus diselesaikan dalam rangka memperlancar proses belajar mengajar yang konsisten menuju tujuannya. Ide-ide baru dari luar yang bermafaat harus kita terima sebagai bahan menetapkan strategi pembinaan dan pengembangan madrasa-madrasah kita masa depan. Bilamana masyarakat kita sedang bergerak kearah modernisasi berkat dampak IPTEK, maka sekolah atau madrasah kita pun harus dapat mengakomodasikan aspirasi kemajuan tersebuut dalam bentuk ( formulasi ) yang seirama dengan tuntutan kemajuan masyarakat tersebut, bila tidak demikian , maka tunggulah kematiannya. Profesionalisme yang berdasarkan keterbukaan dan kebijakan terhadap ide-ide pembaharuan itulah yang akan mampu melestarikan eksistensi madrasah atau sekolah kita.
Walau begitu tetep jangan meninggalkan nilai-nilai lama yang menjadi pembeda antara pendidikan madrasah dan yang lain nya,yaitu nilai-nilai agama islam yang luhur hingga bisa menghasilkan insan yang berakhlakul karimah.


DAFTAR PUSTAKA


Abdullah aly, Djamaludin. 1999. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung : Pustaka Setia.
Arifin, Muzayyin. 2009. Kapita Selekta Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Qomar, Mujamil. Manajemen Pendidikan Islam ( Setrategi Baru Pengelolaan Lmebaga Pendidikan Islam ). Erlangga.
Suprayogo, Imam. 2007. Quo Vadis Madrasah. Yogyakarta : Hikayat.
Uzer, Usman, Moh. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bndung : Remaja Rosdakarya.
Yudistira, dkk. 2008. Komite Sekolah. Yogyakarta : Hikayat.




[1][1] Muzayyin Arifin, Kapita Selekta  Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta : 2009, hlm. 156-157
[2][2] Ibid hlm. 158
[3][3] Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan  Islam (Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam),  Erlangga, hlm. 129-141
[4][4] Yudistira dkk, Komite Sekolah, (Yogyakarta : Kikayat, 2008)hlm, 76-83
[5][5] Ibid hlm.142-143
[6][6] Ibid hlm.145-146
[7][7] Ibid hlm.148
[8][8] Ibid hlm.151-152
[9][9] Ibid hlm. 171
[10][10] Ibid hlm. 175
[11][11] Imam Suprayogo, Quo Vadis Madrasah, ( Yogyakarta : Hikayat, 2007 ) hlm 47-48
[12][12] Djamaludin, Abdullah aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Bandung : Pustaka Setia, 1999 )h, 34
[13][13] M. Arifin,.....Opcit, hal 108-110
[14][14] Ibid, hlm 112-113
[15][15] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001 ) hlm 15

1 komentar:

  1. semoga admin blog ini dan para guru, ustadz, serta masyayikhnya betul-betul dijadikan oleh Allah pengikut salaf sejati, yaitu Rasulullah dan para sahabatnya yang diridhoi Allah.

    BalasHapus

komentar anda atas blog kami sngat berguna buat perbaikan di kemudian hari.
tutur kata yang santun mencerminkan pribadi yg bijak.
terima kasih atas kunjungan dan komentarnya.