Buku Nuansa Fiqh Sosial (14)
Oleh: KH MA Sahal Mahfudz
Oleh: KH MA Sahal Mahfudz
SEBAGAI salah satu rukun Islam, zakat adalah fardlu ‘ain dan
kewajiban ta’abbudi. Dalam al-Qur’an perintah zakat sama pentingnya
dengan perintah shalat. Namun demikian, kenyataannya rukun Islam yang
ketiga itu belum berjalan sesuai dengan harapan.
Pengelolaan zakat di masyarakat masih memerlukan bimbingan dari segi
syari’ah mau pun perkembangan zaman. Pendekatan kepada masyarakat Islam
masih memerlukan tuntunan serta metode yang tepat dan mantap.
Orang yang membayar pajak (muzakki) misalnya, masih melaksanakan
kewajibannya secara terpencar. Pembagian zakat pun masih jauh dari
memuaskan. Ini perlu penataan dengan cara melembagakan zakat itu
sendiri. Penataan ini tidak hanya terbatas dengan pembentukan panitia
zakat saja. Lebih dari itu, penataan hendaknya juga menyangkut aspek
manajemen modern yang dapat diandalkan, agar zakat menjadi kekuatan yang
bermakna.
Penataan itu menyangkut aspek-aspek pendataan, pengumpulan,
penyimpanan, pembagian dan yang menyangkut kualitas manusianya. Lebih
dari itu, aspek yang berkaitan dengan syari’ah tak bisa kita lupakan.
Ini berarti kita memerlukan organisasi yang kuat dan rapih. Menurut
‘kitab kuning’, barang-barang yang wajib dizakati adalah emas, perak,
simpanan, hasil bumi, binatang ternak, barang dagangan, hasil usaha,
rikaz dan hasil laut. Mengenai zakat binatang ternak, barang dagangan
dan emas perak, hampir tidak ada perbedaan antara para ulama dan imam
mazhab. Sedangkan mengenai zakat hasil bumi, ada beberapa perbedaan di
antara mazhab empat.
Menurut Imam Abu Hanifah, setiap yang tumbuh di bumi, kecuali kayu,
bambu, rumput dan tumbuh-tumbuhan yang tidak berbuah, wajib dizakati.
Menurut Imam Malik, semua tumbuhan yang tahan lama dan dibudidayakan manusia wajib dizakati, kecuali buah-buahan yang berbiji seperti buah pir, delima, jambu dan lain-lain.
Menurut Imam Malik, semua tumbuhan yang tahan lama dan dibudidayakan manusia wajib dizakati, kecuali buah-buahan yang berbiji seperti buah pir, delima, jambu dan lain-lain.
Menurut Imam Syafi’i setiap tumbuh-tumbuhan makanan yang menguatkan, tahan lama dan dibudidayakan manusia, wajib dizakati.
Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, biji-bijian, buah-buahan, rumput yang ditanam wajib dizakati. Begitu pula tumbuhan lain yang mempunyai sifat yang sama dengan tamar, kurma, mismis buah tin dan mengkudu, wajib dizakati.
Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, biji-bijian, buah-buahan, rumput yang ditanam wajib dizakati. Begitu pula tumbuhan lain yang mempunyai sifat yang sama dengan tamar, kurma, mismis buah tin dan mengkudu, wajib dizakati.
Sedangkan untuk hasil bumi seperti tembakau dan cengkih, wajib
dizakati apabila diperdagangkan. Dengan demikian, ketentuannya sama
dengan zakat tijarah (perdagangan), bukan zakat zira’ah (hasil bumi).
Bagaimana dengan gaji dan penghasilan dari profesi? Menurut Imam
Syafi’i, tidak wajib dizakati. Sebab kedua hal tersebut tidak memenuhi
syarat haul dan nisab. Tetapi bukankah gaji diberikan tiap bulan? Dengan
demikian, gaji setahun yang memenuhi nisab itu hanya memenuhi syarat
hak, tidak memenuhi syarat milik. Padahal benda yang wajib dizakati
harus merupakan hak milik. Gaji maupun upah jasa lainnya, kalaupun
dikenakan zakat, adalah zakat mal, jika memang sudah mencapai nisab dan
haul.
Penghasilan dari industri juga wajib dizakati. Ini dikiaskan dengan
barang dagangan dan hasil usaha. Sebab tidak ada industri yang tidak
diperdagangkan. Sedang uang, asal memenuhi nisab dan haul, menurut Imam
Maliki, wajib dizakati. Imam Maliki mengkiaskan uang dengan emas.
Ketentuan-ketentuan barang yang wajib dizakati tersebut, menurut
hemat saya, relevan dan bisa diterapkan dalam situasi dan kondisi kita.
***
HAMPIR tidak ada perbedaan pendapat di antara mazhab empat dalam
masalah nisab dan haul barangbarang yang wajib dizakati. Misalnya, untuk
emas nisabnya 20 dinar dengan zakat 2,5 persen. Begitupun, untuk barang
dagangan, bila nilainva mencapai 20 dinar, wajib dizakati 2,5 persen.
Emas/perak dan barang dagangan wajib dizakati apabila pemilikannya
mencapai 1 tahun (haul).
Untuk hasil bumi tanpa haul. Setiap kali panen harus langsung
dizakati. Nisabnya 5 wasak. Tentang binatang ternak, juga sudah ada
ketentuannya sendiri.
Dalam masalah nisab dan haul ini, karena ketentuan yang ada sudah
demikian rinci, yang perlu kita lakukan adalah mengkonversikannya dengan
ketentuanketentuan yang ada di negara kita. Misalnya, satu dinar sama
dengan berapa rupiah, satu wasak itu berapa kilogram, dan seterusnya.
Dalam masalah mustahik (yang berhak menerima zakat) juga tidak ada
perbedaan pendapat. Sebab mustahiq sudah jelas disebutkan dalam surat
al-Taubah ayat 60. Mustahiq adalah faqir, miskin, amil, muallaf, riqab,
gharim, sabilillah dan ibnu sabil. Para mustahiq tersebut biasa disebut
asnaf al-tsamaniyah (delapan kelompok).
Yang masih sering diperdebatkan adalah tentang kategori masing-masing
mustahiq, terutama untuk sabilillah. Jumhur ulama berpendapat,
sabilillah adalah perang di jalan Allah. Bagian untuk sabilillah
diberikan kepada para angkatan perang yang tidak mendapat gaji dari
pemerintah. Tetapi menurut Imam Ahmad bin Hanbal, bagian zakat untuk
sabilillah bisa ditasharufkan (digunakan) untuk membangun madrasah,
masjid, jembatan dan sarana umum lainnya.
Agar zakat berdayaguna dan tepat guna, kita perlu mengambil
pengertian “sabilillah” dalam makna yang luas, tidak membatasi pada
pengertian berperang saja. Kalau kita sepakat mengambil pengertian yang
luas, maka segala hal yang berkaitan dengan maslahat umum termasuk dalam
kategori sabilillah.
***
AGAR pelaksanaan pengumpulan dan pentasharrufan zakat bisa berjalan
dengan sebaik-baiknya, maka terlebih dahulu harus dilakukan upaya
pendataan terhadap muzakki, barang yang wajib dizakati dan mustahiq
zakat.
Sering kali keengganan para ‘wajib pajak’ timbul karena kita main
hantam kromo saja. Dengan pendataan yang cermat terhadap muzakki dan
harta benda yang dimiliki, diharapkan para wajib zakat tidak enggan lagi
meaksanakan kewajibannya. Demikian juga dengan pendataan yang teliti
terhadap mustahiq, diharapkan pembagian zakat lebih tepatguna.
Menurut Imam Syafi’i, pengumpulan zakat harus berupa barang yang
dizakati itu sendiri, kecuali untuk barang dagangan. Artinya, untuk
hasil bumi, maka yang harus dizakatkan adalah hasil bumi itu sendiri.
Pengumpulan zakat tidak bisa diganti dengan uang misalnya, meski senilai
barang yang dizakati. Namun untuk barang dagangan, zakat harus berupa
uang. Pedagang konveksi misalnya, tidak boleh mengeluarkan zakat dalam
bentuk barang-barang konveksi, seperti baju, celana dan lain sebagainya.
Begitu pula pembagiannya harus berupa barang yang dizakati itu
sendiri. Zakat hasil bumi harus dibagi berupa hasil bumi. Zakat hewan
ternak harus dibagi berupa hewan ternak. Karena pembagiannya harus
berupa barang yang dizakati itu sendiri, maka sudah barang tentu,
penyimpanannya juga harus berupa barang itu sendiri.
Ditinjau dari segi teknis, hal itu tidak praktis. Sebab sekarang ini
barang sebesar apapun bisa dilipat dan dimasukkan dalam kantong, sebab
bisa diwijudkan menjadi lembaran-lembaran uang. Bahkan sekarang uang pun
bisa diringkas lagi meenjadi cheque (cek). Pengumpulan, penyimpanan dan
pembagian yang mensyaratkan barang yang dizakati itu sendiri tidak
praktis ditinjau dari segi waktu, tenaga dan tempat yang dibutuhkan
untuk keperluan itu.
Tentang petugas pengumpul dan pembagi zakat biasanya disebut ‘amil.
Hal ini sesungguhnya salah kaprah. Yang disebut dengan amil, sebagaimana
dalam masyarakat kita, sesungguhnya baru panitia zakat. Sedangkan amil
seharusnya diangkat oleh pemerintah, yang boleh mengambil bagian zakat.
Organisasi sosial keagamaan, atau institusi apapun, tidak berhak
membentuk amil zakat.
Menurut ketentuan fiqih, jika pemerintah (imam) mengumpulkan zakat,
ia bebas menyerahkan hasil pengumpulan kepada mustahiq dalam bentuk
apapun, baik berupa modal mau pun alat-alat kerja.
Pemabagian zakat, menurut Imam Syafi’i, harus di antara delapan
asnaf. Tapi menurut qaul yang lain, zakat boleh diberikan kepada
mustahiq tertentu saja.
***
PENGELOLAAN zakat secara profesional memerlukan tenaga yang terampil,
menguasi masalah-masalah yang berhubungan dengan zakat, penuh dedikasi,
jujur dan amanah. Tidak bisa kita bayangkan bila pengelola zakat tidak
menguasai masalah-masalah yang berhubungan dengan zakat, seperti soal
muzakki, nisab, haul dan mustahiq zakat. Begitu pula sulit dibayangkan
apabila pengelola zakat tidak penuh dedikasi, bekerja lillahi ta’ala.
Banyak ekseakan terjadi.
Lebih-lebih bila pengelola zakat tidak jujur dan amanah. Kemungkinan
yang akan terjadi adalah zakat tidak sampai kepada mustahiq, dan mungkin
pula hanya dipakai untuk kepentingan pribadi saja.
Oleh karena itu, tenaga yang terampil, menguasai masalah-masalah yang
berhubungan dengan zakat, jujur dan amanah sangat dibutuhkan dalam
sistem pengelolaan zakat yang profesional.
Zakat adalah ibadah sosial yang formal, terikat oleh syarat dan rukun
tertentu. Dalam upaya pembentukan dana, sesungguhnya zakat tidak
sendirian. Jika keperluannya ialah penyantunan fakir miskin,
sesungguhnya fiqih telah menetapkan kewajiban lain atas hartawan muslim
untuk menyantuni mereka. Kewajiban ini jika dikembangkan justru
merupakan potensi lebih besar ketimbang zakat.
Kewajiban itu adalah memberikan nafaqah (nafkah). Menurut ketentuan
fiqih, bila tidak ada baitul mal, maka wajib bagi para hartawan untuk
memberi nafkah kepada fakir miskin. Nafaqah berbeda dengan shadaqah,
sebab shadaqah adalah ibadah sunnah, sedangkan nafaqah bersifat wajib.
Shadaqah juga bisa dijadikan alternatif pemecahan masalah sosial.
Sebab, seperti juga nafaqah, shadaqah tidak terikat ketentuan nisab dan
haul, sebagaimana zakat. Orang boleh saja bershadaqah kapan saja dan
berapa saja.
Sebagai alternatif, nafaqah dan shadaqah banyak memberikan
kemungkinan. Lebih-lebih bila diingat, di negara kita tidak ada baitul
mal. Maka nafaqah sebagai ibadah wajib, perlu digalakkan pelaksanaannya.
Demikian juga untuk pengembangan dan pembangunan masyarakat kita perlu
menghimpun dana melalui shadaqah.
sumber :http://jombang.nu.or.id/profesionalisme-pengelolaan-zakat/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar anda atas blog kami sngat berguna buat perbaikan di kemudian hari.
tutur kata yang santun mencerminkan pribadi yg bijak.
terima kasih atas kunjungan dan komentarnya.