Deskripsi Masalah
Rancangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang tengah digodok Dewan Perwakilan
Rakyat ternyata mengandung unsur santet. Dalam RUU yang diajukan pemerintah
tersebut, yakni pasal 293 mengatur penggunaan ilmu hitam ini. Berikut ini bunyi
pasal tersebut:
(1). Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai
kekuatan gaib, memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa
kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit,
kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2). Jika pembuat tindak pidana sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan
atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat
ditambah dengan 1/3 (satu per tiga). (www.tempo.com)
Sementara itu salah satu jajaran Ketua MUI Solo,
berkata "Saya tidak percaya itu santet. Kalau ada santet, para
koruptor-koruptor yang memakan uang rakyat itu disantet, biar beres. Selain
itu, apa yang saat ini sedang dilakukan para wakil rakyat, tidak ubahnya
musyrik dan itu dosa besar," katanya saat dihubungi Okezone, Senin
(18/3/2013). Apalagi untuk membuktikan tindak pidana santet, tambahnya, hal
tersebut sangatlah sulit karena irasional, sehingga santet tidak bisa dimasukan
ke ranah pidana. Dia menilai, sangat sulit membawa barang bukti dari terpidana
karena masalah santet. Silet, paku, dan jarum yang selama ini identik dengan
santet dapat dibeli di mana saja. Disamping itu hal tersebut bisa digunakan
oleh orang-orang jahat dengan menyebarkan fitnah bahwa orang yang tidak
disukainya adalah seorang pengguna santet. (Sumber : www.jogja.okezone.com)
Pertanyaan
:
a. Menurut
perspektif fiqh, apakah bisa dibenarkan memasukkan santet dalam kategori tindak
pidana seperti RUU di atas?
Jawaban
Dibenarkan, karena santet memiliki materi yang bisa menimbulkan sebab akibat. Sedangkan
yang termasuk santet adalah segala perbuatan yang
dapat membahayakan orang lain dengan perantara semisal membaca mantra,
perantara arwah, dll yang biasanya dilakukan oleh orang yang tidak baik
perangainya (fasik, munafik, atau kafir).
Al
Fiqh al Madzahib Arba’ah V hal. 460
Hasyiyah
Qulyubi IV hal. 181
Hasyiyah
Syarqowi II hal. 385
Al
Hawi Al Kabir J. 16 hal. 353
Al
Fatawi As Subki II hal. 324
Anwarul
Buruq VIII hal. 64
Syarh
Bahjah V hal. 18
Pertanyaan
b. Jika memang
hal tersebut dibenarkan, bagaimanakah cara pembuktian tindak pidana santet
menurut syara', mengingat secara umum hal tersebut (santet) tidak bisa
disaksikan (di-isyhad)?
Jawaban
Tindak pidana sihir hanya bisa dibuktikan dengan ikrar
(pengakuan) atau yamin mardudah (sumpah balik), sementara setelah ikrar
dari penyihir, apabila belum jelas apakah media sihir yang digunakan tersebut
bisa melukai atau mematikan orang lain, maka efek media ini bisa ditentukan
dengan persaksian dua orang saksi ahli dari mantan tukang sihir yang telah
bertaubat.
Al
Asybah Wa Al Nadha’ir III hal. 7 Hasyiyah Al Jamal V hal. 110 Hawasyi Syarwani
IX hal. 73
Pertanyaan
:
c. Apakah pernyataan Ketua MUI yang menganggap musyrik dan dosa besar
terhadap wakil rakyat yang mengesahkan RUU di atas dapat dibenarkan?
Jawaban
Apabila
pernyataan MUI benar-benar sesuai dengan deskrispsi, maka tidak bisa
dibenarkan, dengan pertimbangan :
1.
Pembahasan dalam RUU tersebut bukan bertujuan untuk pembenaran terhadap santet.
2. Tuduhan kufur (takfir)
tersebut tidak dilandasi dengan bukti-bukti yang kongkrit (jelas).
Bughyah
al Mustarsyidin hal. 297 I’anah al Tholibin IV hal. 156 Tafsir Haqqy J. 14 hal.
263 Al Zawajir II hal. 205
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar anda atas blog kami sngat berguna buat perbaikan di kemudian hari.
tutur kata yang santun mencerminkan pribadi yg bijak.
terima kasih atas kunjungan dan komentarnya.